Oleh
: Ade Rama Gay
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam dunia
ekonomi tidak jarang di umpai berbagai masalah-masalah, sehingga dapat
menggangggu perekonomian suatu negara atau semacamnya. Dari masalah-masalah ekonomi
yang ada, diantaranya adalah Resensi, Stagnasi ekonomi dan ekspansi.
Karenanya,
perlu pengantisipasi yang baik untuk untuk mengtisipasi adanya masalah
tersebut.
B. Rumusan
Masalah
1.
Pengerian
dari Resinsi, Stagnasi ekonomi dan ekspansi.
2.
contoh
kasus yang pernah terjadi (di Indonesia atau dunia).
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahuai pengerian dari Resinsi, Stagnasi ekonomi dan ekspansi.
3.
Untuk
mengetahui contoh kasus dari Resinsi, Stagnasi ekonomi dan ekspansi yang pernah
terjadi (di Indonesia atau dunia).
BAB
II
KONTRUKSI
ARGUMEN
A. Pengertian
Resinsi, Stagnasi ekonomi dan ekspansi.
1. Resensi
Resesi adalah kondisi
ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil
bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun.
2.
Stagnasi ekonomi
Stagnasi ekonomi adalah
suatu keadaan di mana tingkat pertumbuhan
ekonomi berjalan
lambat (biasanya diukur berdasarkan pertumbuhan GDP)
pada suatu periode tertentu.
3.
Ekspansi
Ekspansi adalah tindakan
aktif untuk memperluas dan memperbesar cakupan usaha yang telah ada.
B. Contoh
Kasus.
1. Resensi
contoh kasus yang pernah terjadi:
a.
resesi
global tahun 2008
Terjadinya
krisis ekonomi global dikarenakan Jatuhnya perekonomian Amerika Serikat
belakangan ini telah memunculkan kekhawatiran akan krisis ekonomi yang
berdampak lebih luas dan lebih dalam. Kerugian yang dialami oleh sektor
keuangan AS akibat kredit macet sektor perumahan diperkirakan mencapai kisaran
350-600 miliar dollar. Hilangnya kapital dengan jumlah fenomenal tersebut
menyebabkan menurunnya angka pertumbuhan ekonomi AS sebagai akibat langsung
dari tersendatnya ekonomi sektor riil.
Sebagai
langkah darurat, bank sentral AS telah melakukan pemotongan tingkat suku bunga
bank sentral sebagai upaya menggerakkan roda ekonomi. Namun langkah ini
ternyata dianggap dapat menimbulkan ancaman inflasi. Pilihan dilematis harus
segera diputuskan oleh otoritas keuangan AS. Apakah pemotongan tingkat suku
bunga tetap akan dijalankan dengan resiko inflasi? Pilihan lainnya adalah
langkah rate cuts reversal (mempertahankan atau menaikkan kembali tingkat suku
bunga) yang memiliki resiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dan berpotensi
menyebabkan resesi.
Dalam
istilah makroekonomi, resesi berarti penurunan GDP (gross domestic products)
suatu negara atau adanya pertumbuhan ekonomi negatif selama dua periode
triwulan atau lebih. Jika resesi ini diikuti dengan naiknya harga barang secara
umum (inflasi), maka fenomena yang terjadi biasanya disebut sebagai stagflasi.
Fenomena resesi biasanya berlangsung singkat dan memiliki periode tertentu.
Resesi juga seringkali disebut sebagai kontraksi ekonomi. Namun jika resesi
berlangsung cukup lama, maka fenomena yang terjadi akan berkembang menjadi
sebuah ‘depresi ekonomi’ (economic depression).
Kekhawatiran
akan terjadinya resesi di tahun 2008 ini dipicu oleh beberapa peristiwa penting
dalam indikator ekonomi makro AS belakangan ini. Banyak analis memprediksikan
bahwa resesi AS akan terjadi di kuarter perrtama tahun 2008 ini. Jika prediksi
ini benar-benar terjadi, kemungkinan besar AS akan sulit keluar dari resesi
tersebut mengingat tingkat likuiditas yang rendah dan banyaknya kasus kredit
macet yang dipicu kasus subprime mortgage baru-baru ini.
Beberapa
indikator resesi yang dapat dilihat secara kasat mata saat ini antara lain
semakin lemahnya daya serap pasar tenaga kerja di AS, daya beli masyarakat AS
yang turun drastis sehingga berpotensi menekan pelaku industri, defisit
perdagangan dan government spending AS yang banyak sekali dihabiskan untuk
perang, serta kerugian dari kasus kredit macet sektor perumahan yang jumlahnya
fenomenal dan mengguncang fondasi ekonomi AS.
Banyak
yang pesimis dengan peran The Fed dalam mengatasi krisis keuangan yang terjadi
saat ini. Dikatakan bahwa usaha yang dilakukan oleh The Fed adalah sesuatu yang
percuma, ‘It’s too little, too late’. Usaha bank sentral dipandang hanya akan
menyediakan “lantai” untuk hard landing dan tidak akan mencegah hard landing
tersebut.
Yang
dikhawatirkan saat ini adalah suplai uang yang begitu besar telah diinjeksikan
ke dalam masyarakat melalui tingkat suku bunga rendah dan berbagai program
pinjaman pemerintah (bantuan likuiditas). Namun jika modal-modal tersebut
dibiarkan begitu saja tanpa digunakan untuk memutar roda aktivitas ekonomi,
maka uang yang beredar di masyarakat akan semakin melimpah dan mengendap.
Inilah yang berpotensi untuk menciptakan inflasi.
Masalahnya,
dengan kondisi perekonomian yang masih labil, kalangan industri dan usaha
lainnya enggan untuk mengambil resiko untuk mengembangkan usahanya di saat-saat
kritis seperti saat ini. Sebenarnya pemerintah AS telah meng-encourage para
pelaku pasar dengan berbagai stimulus ekonomi demi menjalankan kembali
perekonomian. Namun masalahnya adalah para pelaku pasar belum dapat percaya
pada situasi ekonomi saat ini. Sentimen positif yang ditunggu oleh pemerintah
AS tidak juga datang, malah ancaman inflasi yang semakin mengancam mengingat
gagalnya berbagai stimulus tersebut.
Lalu
mengapa kebijakan moneter AS saat ini dianggap tidak efektif dalam mengatasi
krisis keuangan AS saat ini? Ada tiga alasan utama mengapa kebijakan yang
dijalankan The Fed dan pemerintah AS belum dapat dikatakan efektif. Yang
pertama adalah eksistensi dari non-bank financial system. Atau seringkali
disebut sebagai ‘shadow banking system’. Mulai dari institusi hedge funds,
pasar modal, sovereign wealth funds, bank-bank investasi dan lainnya. Kelemahan
dari shadow banking system ini terletak pada kecenderungan spekulasi yang
seringkali mereka lakukan. Tingkat resiko yang tinggi dari aktivitas ekonomi
mereka menjadi sebuah ancaman bagi financial recovery yang sedang dijalankan
oleh pemerintah AS.
Yang
kedua adalah AS tidak hanya ‘terluka’ dari ilikuiditas namun menderita banyak
kebangkrutan. Pada kasus tahun 1998, masalahnya hanya terletak pada likuiditas,
sehingga kebijakan easy money cukup efektif untuk dilakukan. Saat ini, lebih
dari 200 institusi keuangan yang dulu bertindak sebagai mortgage lenders
(pemberi pinjaman) telah bangkrut. Krisis kali ini tidak dapat dipecahkan hanya
dengan “throw some money at the problem”.
Yang
terakhir adalah atmosfir ekonomi yang dipenuhi dengan ketidakpastian; bukan
resiko. Resiko dalam aktivitas ekonomi merupakan sesuatu yang bisa diukur dan
dapat dikendalikan. Namun ketidakpastian sama sekali tidak dapat diukur dan
justru akan merusak aktivitas ekonomi. Ketidakpastian ini berbuntut
ketidakpercayaan. Dan akhirnya, suntikan dana yang begitu besar justru tertahan
di sistem-sistem perbankan karena pelaku pasar masih takut untuk kembali
berinvestasi.
Banyak
analis mengatakan bahwa jika AS mengalami soft landing atau berhasil
menghindari resesi, maka ekonomi global akan mengalami de-coupling dan tidak
akan terlalu terpengaruh oleh kondisi keuangan AS. Namun jika yang terjadi
adalah hard landing maka kemungkinan re-coupling akan sangat besar terjadi dan
ekonomi dunia akan terseret ikut menuju global economy slowdown.
Pada
tahun 2007, AS berhasil meminimalisir dampak sementara dari krisis kredit macet
yang menyebabkan kepanikan global. AS dapat dikatakan berhasil melakukan soft
landing. Ekonomi dunia pada saat itu pun tidak terpengaruh secara signifikan.
Jatuhnya saham global pun berhasil pulih dalam jangka waktu tiga hari hingga
seminggu.
Namun
prediksi resesi yang akan terjadi di kuarter pertama tahun 2008 nampaknya
memiliki potensi untuk menjadi kenyataan. Jelas bahwa krisis ekonomi AS saat
ini terjadi tidak hanya disebabkan oleh buruknya pengawasan likuiditas
finansial saja. Kebijakan easy money belum akan dapat mengatasi masalah karena
yang saat ini menjadi akar masalah adalah atmosfir ketidakpastian dan
ketidakpercayaan pelaku usaha untuk kembali menjalankan aktivitas usahanya.
Kebijakan moneter baru dapat efektif jika dapat diikuti dengan pemulihan
kepercayaan terhadap institusi perbankan dan insitusi pemeringkat yang saat ini
dijadikan kambing hitam atas lemahnya safeguard ekonomi AS. Nampaknya dunia
memang harus bersiap menghadapi kemungkinan yang terburuk. (Di kutip dari kompas.com)
b.
Jepang
Masuki Masa Resesi tahun 2008
Ekonomi
Jepang, terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, jatuh ke jurang resesi
dalam kuartal ketiga tahun ini karena perusahaan-perusahaan memangkas
investasinya akibat krisis finansial global, data resmi menunjukkan, Senin
(17/11).
Ekonomi
Jepang mengalami kontraksi 0,1 persen dalam tiga bulan hingga September setelah
menyusut 0,9 persen dalam kuartal kedua tahun ini, menurut sebuah estimasi awal
yang dirilis oleh kantor kabinet. Produk domestik bruto (PDB) mengalami
kontraksi pada tingkat tahunan 0,4 persen, kata estimasi kantor kabinet.
Kondisi
ekonomi terbesar Asia terakhir itu lebih suram dari perkiraan para analis yang
rata-rata memproyeksikan tumbuh 0,1 persen kuartal ke kuartal.
Jepang
bersama Jerman dan Italia adalah anggota Kelompok Delapan Ekonomi Maju (G-8)
yang secara resmi telah menyatakan mengalami resesi yang biasanya didefinisikan
sebagai dua kuartal atau lebih berturut-turut mencatat pertumbuhan negatif.
Data
resmi lainnya pada Jumat menunjukkan bahwa zona euro secara keseluruhan
juga mengalami resesi. Kontraksi ekonomi Jepang terutama akibat penurunan
investasi usaha 1,7 persen dalam kuartal ketiga.
Setelah
menderita serangkaian resesi dalam tahun 1990-an menyusul ledakan gelembung (bubble) ekonomi, Jepang
telah mengalami pemulihan secara perlahan didukung oleh cerahnya ekspor dan
investasi bisnis.
Namun,
laba perusahaan yang sekarang merosot karena ekspor menderita akibat pelambatan
ekonomi global, mendorong perusahaan-perusahaan memangkas investasinya dalam
pabrik-pabrik dan peralatan baru yang telah menjadi motor utama pertumbuhan
perekonomian.
Para
analis memperkirakan, sedikit prospek pemulihan pada waktu mendatang.
Ekonomi Jepang diperkirakan mengalami kontraksi 0,1 persen pada 2009, menurut
Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) yang berbasis di Paris.
Indeks
Nikkei saham Jepang turun 1,30 persen pada pembukaan perdagangan setelah data
ekonomi ternyata lebih buruk daripada perkiraan. (Di kutip dari kompas.com)
2. Stagnasi
ekonomi
contoh kasus yang pernah terjadi:
a. Jepang mengalami stagnasi tahun 1980
akibat kenaikan kurs yen
Bank Sentral Jepang melakukan intervensi untuk melemahkan
kurs yen. Hal itu dilakukan dengan mengguyurkan dana sekitar 1 triliun yen
untuk membeli dollar AS. Kurs yen terhadap dollar AS di pasar London, Rabu
(15/9), naik menjadi 85,53 yen.
Sebelum intervensi, kurs yen adalah 83,00 yen per dollar
AS. Bank Sentral Jepang (BoJ) beraksi setelah kurs yen melonjak terhadap dollar
AS dan mencapai level tertinggi dalam 15 tahun terakhir, atau terendah bagi
kurs dollar AS periode yang sama.
Intervensi ini merupakan yang pertama dalam enam tahun
terakhir. Intervensi bertujuan menolong perekonomian Jepang yang sedang sulit.
Tingginya kurs yen terhadap dollar AS membuat harga ekspor Jepang menjadi lebih
mahal.
Salah seorang pejabat dari Kementerian Keuangan Jepang
mengatakan bahwa intervensi tersebut juga bertujuan untuk melawan aksi
spekulasi terhadap yen. ”Kami melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk
mengurangi fluktuasi pada valuta asing,” ujar Menteri Keuangan Yoshiko Noda.
Kenaikan kurs yen merupakan sebuah keanehan karena
perekonomian Jepang mengalami stagnasi sejak dekade 1980-an. Bahkan, dikatakan,
yen tetap berpotensi untuk kembali menguat. ”Saya rasa yen memiliki 60 persen
kesempatan untuk menguat,” ujar Hideki Amikura Wakil Manajer Umum pada Nomura
Trust and Banking.
Dia memperkirakan akan ada pembelian yen dalam jumlah
besar dari para eksportir yang melakukan repatriasi dari hasil ekspor, ketika
kurs dollar AS berada di level 85 yen.
”Sejak Selasa yen terus menguat. Di negara kita, deflasi
terus terjadi dan kita berada pada keadaan perekonomian yang sulit,” ujar
Menkeu Jepang. Spekulasi dinilai sebagai faktor pendorong kebaikan yen.
Layani spekulan
Jepang menyatakan harus mengambil tindakan dalam beberapa
hari ini. ”Ketika terjadi intervensi, akan ada pembeli baru dan penjual baru.
Kami akan terus melayani mereka dengan baik,” ujar salah seorang pejabat
Kementerian Keuangan.
Pemerintah Jepang tidak memiliki target tertentu akan
membawa kurs yen sampai pada level tertentu. Jika mengacu pada sejarah yang
telah terjadi, Jepang harus mengeluarkan dana sebesar 35 triliun yen untuk
menekan kurs yen pada periode Januari 2003 hingga Maret 2004.
Kajian dari sebuah universitas di Jepang menyatakan bahwa
diperlukan dana 285 miliar yen setiap kali pemerintah ingin mengendalikan yen.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Jepang Tadashi Okamura
mengatakan, tindakan BoJ merupakan langkah yang baik. Okamura menuturkan,
diperlukan lagi langkah selanjutnya untuk menekan yen ke level yang wajar
terhadap dollar AS, sekitar 90-95 yen per dollar AS. ”Intervensi lebih cepat
akan lebih efektif,” ujarnya di Tokyo.
Okamura menyatakan tidak yakin dalam satu kali intervensi
dapat membawa yen ke level 90-an. Namun, dia yakin pemerintah akan bertindak.
Para pimpinan perusahaan, yang mendesak pemerintah
bertindak karena keuntungan dari pasar di luar negeri menipis, tentu saja
menyambut baik intervensi itu. Salah satu pimpinan Sony Corp menyatakan mereka
berharap pemerintah akan terus melakukan langkah yang baik untuk mencegah
kenaikan yen.
Selain itu, pasar saham juga bergairah menyambut tindakan
tersebut. Indeks Nikkei membukukan kenaikan harian terbesar dalam lima pekan
terakhir. Saham-saham eksportir, seperti Toyota Motor Corp dan Sony Corp,
melonjak pesat. Indeks Nikkei ditutup naik 2,3 persen menjadi 9.516,56.
Para analis juga mengingatkan kenaikan harga saham hanya
akan berlaku sementara kalau pemerintah tidak mengambil langkah lanjutan lain
untuk melawan kemerosotan ekonomi. ”Intervensi hanya menutupi luka saja. Itu
bukan penyelesaian yang fundamental,” ujar Okasan Securities Hideyuki
Ishigoro.(AP/AFP/REUTERS/joe). (Di kutip
dari kompas.com)
3. Ekspansi
contoh kasus yang pernah terjadi:
a.
Pabrik
indomi, Indonesia
di dalam
negeri (Indonesia), pabrik indomie telah memproduksi indomie untuk kebutuhan
nasional, karena pasar Asean masih terbuka, maka pabrik indomie tersebut
melakukan ekspansi usahanya ke negara-negara Asean dengan membuka pabrik
indomie baru guna memenuhi kebutuhan dari negara yang bersangkutan.
b. Februari 2010 lalu, BNI Syariah
Ekspansi Jaringan di Batam
BNI Syariah melakukan ekspansi jaringan dengan membuka
kantor cabang baru di Batam Jumat (12/2/2010). Perluasan cabang BNI Syariah ini
dilakukan karena meningkatnya minat masyarakat untuk berbank syariah. Sumber :
JAKARTA, KOMPAS.com
BAB III
KESIMIMPULAN
Berdasarkan Konstruksi Argumen, dapat di simpulkan:
a.
Resesi
adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika
pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam
satu tahun. Contoh kasusnya : resesi global tahun 2008 dan Jepang Masuki Masa
Resesi tahun 2008
b. Stagnasi ekonomi adalah suatu keadaan
di mana tingkat pertumbuhan
ekonomi berjalan
lambat (biasanya diukur berdasarkan pertumbuhan GDP)
pada suatu periode tertentu. Contoh kasusnya : Jepang mengalami stagnasi ahun
1980 akibat kenaikan kurs yen
c.
Ekspansi
adalah tindakan aktif untuk memperluas dan memperbesar cakupan usaha yang telah
ada. Contoh kasusnya : Pabrik indomi, Indonesia dan BNI Syariah Ekspansi
Jaringan di Batam.
DAFTAR
PUSTAKA
haryanimega.blogspot.com/2011/06/resesi.html
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20070929232616AAXL1dU
0 komentar:
Posting Komentar