Minggu, 20 Juli 2014

Resensi, Sragnasi Ekonomi dan Ekspansi

Oleh : Ade Rama Gay

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dalam dunia ekonomi tidak jarang di umpai berbagai masalah-masalah, sehingga dapat menggangggu perekonomian suatu negara atau semacamnya. Dari masalah-masalah ekonomi yang ada, diantaranya adalah Resensi, Stagnasi ekonomi dan ekspansi.
            Karenanya, perlu pengantisipasi yang baik untuk untuk mengtisipasi adanya masalah tersebut.
B.  Rumusan Masalah
1.    Pengerian dari Resinsi, Stagnasi ekonomi dan ekspansi.
2.    contoh kasus yang pernah terjadi (di Indonesia atau dunia).
C.  Tujuan
1.    Untuk mengetahuai pengerian dari Resinsi, Stagnasi ekonomi dan ekspansi.
3.    Untuk mengetahui contoh kasus dari Resinsi, Stagnasi ekonomi dan ekspansi yang pernah terjadi (di Indonesia atau dunia).

BAB II
KONTRUKSI ARGUMEN
A.  Pengertian Resinsi, Stagnasi ekonomi dan ekspansi.
1.    Resensi
Resesi adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun.
2.    Stagnasi ekonomi
Stagnasi ekonomi adalah suatu keadaan di mana tingkat pertumbuhan ekonomi berjalan lambat (biasanya diukur berdasarkan pertumbuhan GDP) pada suatu periode tertentu.
3.    Ekspansi
Ekspansi adalah tindakan aktif untuk memperluas dan memperbesar cakupan usaha yang telah ada.
B.  Contoh Kasus.

1.   Resensi
contoh kasus yang pernah terjadi:
a.    resesi global tahun 2008
Terjadinya krisis ekonomi global dikarenakan Jatuhnya perekonomian Amerika Serikat belakangan ini telah memunculkan kekhawatiran akan krisis ekonomi yang berdampak lebih luas dan lebih dalam. Kerugian yang dialami oleh sektor keuangan AS akibat kredit macet sektor perumahan diperkirakan mencapai kisaran 350-600 miliar dollar. Hilangnya kapital dengan jumlah fenomenal tersebut menyebabkan menurunnya angka pertumbuhan ekonomi AS sebagai akibat langsung dari tersendatnya ekonomi sektor riil.
Sebagai langkah darurat, bank sentral AS telah melakukan pemotongan tingkat suku bunga bank sentral sebagai upaya menggerakkan roda ekonomi. Namun langkah ini ternyata dianggap dapat menimbulkan ancaman inflasi. Pilihan dilematis harus segera diputuskan oleh otoritas keuangan AS. Apakah pemotongan tingkat suku bunga tetap akan dijalankan dengan resiko inflasi? Pilihan lainnya adalah langkah rate cuts reversal (mempertahankan atau menaikkan kembali tingkat suku bunga) yang memiliki resiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dan berpotensi menyebabkan resesi.
Dalam istilah makroekonomi, resesi berarti penurunan GDP (gross domestic products) suatu negara atau adanya pertumbuhan ekonomi negatif selama dua periode triwulan atau lebih. Jika resesi ini diikuti dengan naiknya harga barang secara umum (inflasi), maka fenomena yang terjadi biasanya disebut sebagai stagflasi. Fenomena resesi biasanya berlangsung singkat dan memiliki periode tertentu. Resesi juga seringkali disebut sebagai kontraksi ekonomi. Namun jika resesi berlangsung cukup lama, maka fenomena yang terjadi akan berkembang menjadi sebuah ‘depresi ekonomi’ (economic depression).
Kekhawatiran akan terjadinya resesi di tahun 2008 ini dipicu oleh beberapa peristiwa penting dalam indikator ekonomi makro AS belakangan ini. Banyak analis memprediksikan bahwa resesi AS akan terjadi di kuarter perrtama tahun 2008 ini. Jika prediksi ini benar-benar terjadi, kemungkinan besar AS akan sulit keluar dari resesi tersebut mengingat tingkat likuiditas yang rendah dan banyaknya kasus kredit macet yang dipicu kasus subprime mortgage baru-baru ini.
Beberapa indikator resesi yang dapat dilihat secara kasat mata saat ini antara lain semakin lemahnya daya serap pasar tenaga kerja di AS, daya beli masyarakat AS yang turun drastis sehingga berpotensi menekan pelaku industri, defisit perdagangan dan government spending AS yang banyak sekali dihabiskan untuk perang, serta kerugian dari kasus kredit macet sektor perumahan yang jumlahnya fenomenal dan mengguncang fondasi ekonomi AS.
Banyak yang pesimis dengan peran The Fed dalam mengatasi krisis keuangan yang terjadi saat ini. Dikatakan bahwa usaha yang dilakukan oleh The Fed adalah sesuatu yang percuma, ‘It’s too little, too late’. Usaha bank sentral dipandang hanya akan menyediakan “lantai” untuk hard landing dan tidak akan mencegah hard landing tersebut.
Yang dikhawatirkan saat ini adalah suplai uang yang begitu besar telah diinjeksikan ke dalam masyarakat melalui tingkat suku bunga rendah dan berbagai program pinjaman pemerintah (bantuan likuiditas). Namun jika modal-modal tersebut dibiarkan begitu saja tanpa digunakan untuk memutar roda aktivitas ekonomi, maka uang yang beredar di masyarakat akan semakin melimpah dan mengendap. Inilah yang berpotensi untuk menciptakan inflasi.
Masalahnya, dengan kondisi perekonomian yang masih labil, kalangan industri dan usaha lainnya enggan untuk mengambil resiko untuk mengembangkan usahanya di saat-saat kritis seperti saat ini. Sebenarnya pemerintah AS telah meng-encourage para pelaku pasar dengan berbagai stimulus ekonomi demi menjalankan kembali perekonomian. Namun masalahnya adalah para pelaku pasar belum dapat percaya pada situasi ekonomi saat ini. Sentimen positif yang ditunggu oleh pemerintah AS tidak juga datang, malah ancaman inflasi yang semakin mengancam mengingat gagalnya berbagai stimulus tersebut.
Lalu mengapa kebijakan moneter AS saat ini dianggap tidak efektif dalam mengatasi krisis keuangan AS saat ini? Ada tiga alasan utama mengapa kebijakan yang dijalankan The Fed dan pemerintah AS belum dapat dikatakan efektif. Yang pertama adalah eksistensi dari non-bank financial system. Atau seringkali disebut sebagai ‘shadow banking system’. Mulai dari institusi hedge funds, pasar modal, sovereign wealth funds, bank-bank investasi dan lainnya. Kelemahan dari shadow banking system ini terletak pada kecenderungan spekulasi yang seringkali mereka lakukan. Tingkat resiko yang tinggi dari aktivitas ekonomi mereka menjadi sebuah ancaman bagi financial recovery yang sedang dijalankan oleh pemerintah AS.
Yang kedua adalah AS tidak hanya ‘terluka’ dari ilikuiditas namun menderita banyak kebangkrutan. Pada kasus tahun 1998, masalahnya hanya terletak pada likuiditas, sehingga kebijakan easy money cukup efektif untuk dilakukan. Saat ini, lebih dari 200 institusi keuangan yang dulu bertindak sebagai mortgage lenders (pemberi pinjaman) telah bangkrut. Krisis kali ini tidak dapat dipecahkan hanya dengan “throw some money at the problem”.
Yang terakhir adalah atmosfir ekonomi yang dipenuhi dengan ketidakpastian; bukan resiko. Resiko dalam aktivitas ekonomi merupakan sesuatu yang bisa diukur dan dapat dikendalikan. Namun ketidakpastian sama sekali tidak dapat diukur dan justru akan merusak aktivitas ekonomi. Ketidakpastian ini berbuntut ketidakpercayaan. Dan akhirnya, suntikan dana yang begitu besar justru tertahan di sistem-sistem perbankan karena pelaku pasar masih takut untuk kembali berinvestasi.
Banyak analis mengatakan bahwa jika AS mengalami soft landing atau berhasil menghindari resesi, maka ekonomi global akan mengalami de-coupling dan tidak akan terlalu terpengaruh oleh kondisi keuangan AS. Namun jika yang terjadi adalah hard landing maka kemungkinan re-coupling akan sangat besar terjadi dan ekonomi dunia akan terseret ikut menuju global economy slowdown.
Pada tahun 2007, AS berhasil meminimalisir dampak sementara dari krisis kredit macet yang menyebabkan kepanikan global. AS dapat dikatakan berhasil melakukan soft landing. Ekonomi dunia pada saat itu pun tidak terpengaruh secara signifikan. Jatuhnya saham global pun berhasil pulih dalam jangka waktu tiga hari hingga seminggu.
Namun prediksi resesi yang akan terjadi di kuarter pertama tahun 2008 nampaknya memiliki potensi untuk menjadi kenyataan. Jelas bahwa krisis ekonomi AS saat ini terjadi tidak hanya disebabkan oleh buruknya pengawasan likuiditas finansial saja. Kebijakan easy money belum akan dapat mengatasi masalah karena yang saat ini menjadi akar masalah adalah atmosfir ketidakpastian dan ketidakpercayaan pelaku usaha untuk kembali menjalankan aktivitas usahanya. Kebijakan moneter baru dapat efektif jika dapat diikuti dengan pemulihan kepercayaan terhadap institusi perbankan dan insitusi pemeringkat yang saat ini dijadikan kambing hitam atas lemahnya safeguard ekonomi AS. Nampaknya dunia memang harus bersiap menghadapi kemungkinan yang terburuk. (Di kutip dari kompas.com)
b.    Jepang Masuki Masa Resesi tahun 2008
Ekonomi Jepang, terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, jatuh ke jurang resesi dalam kuartal ketiga tahun ini karena perusahaan-perusahaan memangkas investasinya akibat krisis finansial global, data resmi menunjukkan, Senin (17/11).
Ekonomi Jepang mengalami kontraksi 0,1 persen dalam tiga bulan hingga September setelah menyusut 0,9 persen dalam kuartal kedua tahun ini, menurut sebuah estimasi awal yang dirilis oleh kantor kabinet. Produk domestik bruto (PDB) mengalami kontraksi pada tingkat tahunan 0,4 persen, kata estimasi kantor kabinet.
Kondisi ekonomi terbesar Asia terakhir itu lebih suram dari perkiraan para analis yang rata-rata memproyeksikan tumbuh 0,1 persen kuartal ke kuartal.
Jepang bersama Jerman dan Italia adalah anggota Kelompok Delapan Ekonomi Maju (G-8) yang secara resmi telah menyatakan mengalami resesi yang biasanya didefinisikan sebagai dua kuartal atau lebih berturut-turut mencatat pertumbuhan negatif.
Data resmi lainnya pada Jumat menunjukkan bahwa zona euro secara keseluruhan juga mengalami resesi. Kontraksi ekonomi Jepang terutama akibat penurunan investasi usaha 1,7 persen dalam kuartal ketiga.
Setelah menderita serangkaian resesi dalam tahun 1990-an menyusul ledakan gelembung (bubble) ekonomi, Jepang telah mengalami pemulihan secara perlahan didukung oleh cerahnya ekspor dan investasi bisnis.
Namun, laba perusahaan yang sekarang merosot karena ekspor menderita akibat pelambatan ekonomi global, mendorong perusahaan-perusahaan memangkas investasinya dalam pabrik-pabrik dan peralatan baru yang telah menjadi motor utama pertumbuhan perekonomian.
Para analis memperkirakan, sedikit prospek pemulihan pada waktu mendatang. Ekonomi Jepang diperkirakan mengalami kontraksi 0,1 persen pada 2009, menurut Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) yang berbasis di Paris.
Indeks Nikkei saham Jepang turun 1,30 persen pada pembukaan perdagangan setelah data ekonomi ternyata lebih buruk daripada perkiraan. (Di kutip dari kompas.com)
2.   Stagnasi ekonomi
contoh kasus yang pernah terjadi:
a.    Jepang mengalami stagnasi tahun 1980 akibat kenaikan kurs yen

Bank Sentral Jepang melakukan intervensi untuk melemahkan kurs yen. Hal itu dilakukan dengan mengguyurkan dana sekitar 1 triliun yen untuk membeli dollar AS. Kurs yen terhadap dollar AS di pasar London, Rabu (15/9), naik menjadi 85,53 yen.
Sebelum intervensi, kurs yen adalah 83,00 yen per dollar AS. Bank Sentral Jepang (BoJ) beraksi setelah kurs yen melonjak terhadap dollar AS dan mencapai level tertinggi dalam 15 tahun terakhir, atau terendah bagi kurs dollar AS periode yang sama.
Intervensi ini merupakan yang pertama dalam enam tahun terakhir. Intervensi bertujuan menolong perekonomian Jepang yang sedang sulit. Tingginya kurs yen terhadap dollar AS membuat harga ekspor Jepang menjadi lebih mahal.
Salah seorang pejabat dari Kementerian Keuangan Jepang mengatakan bahwa intervensi tersebut juga bertujuan untuk melawan aksi spekulasi terhadap yen. ”Kami melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk mengurangi fluktuasi pada valuta asing,” ujar Menteri Keuangan Yoshiko Noda.
Kenaikan kurs yen merupakan sebuah keanehan karena perekonomian Jepang mengalami stagnasi sejak dekade 1980-an. Bahkan, dikatakan, yen tetap berpotensi untuk kembali menguat. ”Saya rasa yen memiliki 60 persen kesempatan untuk menguat,” ujar Hideki Amikura Wakil Manajer Umum pada Nomura Trust and Banking.
Dia memperkirakan akan ada pembelian yen dalam jumlah besar dari para eksportir yang melakukan repatriasi dari hasil ekspor, ketika kurs dollar AS berada di level 85 yen.
”Sejak Selasa yen terus menguat. Di negara kita, deflasi terus terjadi dan kita berada pada keadaan perekonomian yang sulit,” ujar Menkeu Jepang. Spekulasi dinilai sebagai faktor pendorong kebaikan yen.
Layani spekulan
Jepang menyatakan harus mengambil tindakan dalam beberapa hari ini. ”Ketika terjadi intervensi, akan ada pembeli baru dan penjual baru. Kami akan terus melayani mereka dengan baik,” ujar salah seorang pejabat Kementerian Keuangan.
Pemerintah Jepang tidak memiliki target tertentu akan membawa kurs yen sampai pada level tertentu. Jika mengacu pada sejarah yang telah terjadi, Jepang harus mengeluarkan dana sebesar 35 triliun yen untuk menekan kurs yen pada periode Januari 2003 hingga Maret 2004.
Kajian dari sebuah universitas di Jepang menyatakan bahwa diperlukan dana 285 miliar yen setiap kali pemerintah ingin mengendalikan yen.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Jepang Tadashi Okamura mengatakan, tindakan BoJ merupakan langkah yang baik. Okamura menuturkan, diperlukan lagi langkah selanjutnya untuk menekan yen ke level yang wajar terhadap dollar AS, sekitar 90-95 yen per dollar AS. ”Intervensi lebih cepat akan lebih efektif,” ujarnya di Tokyo.
Okamura menyatakan tidak yakin dalam satu kali intervensi dapat membawa yen ke level 90-an. Namun, dia yakin pemerintah akan bertindak.
Para pimpinan perusahaan, yang mendesak pemerintah bertindak karena keuntungan dari pasar di luar negeri menipis, tentu saja menyambut baik intervensi itu. Salah satu pimpinan Sony Corp menyatakan mereka berharap pemerintah akan terus melakukan langkah yang baik untuk mencegah kenaikan yen.
Selain itu, pasar saham juga bergairah menyambut tindakan tersebut. Indeks Nikkei membukukan kenaikan harian terbesar dalam lima pekan terakhir. Saham-saham eksportir, seperti Toyota Motor Corp dan Sony Corp, melonjak pesat. Indeks Nikkei ditutup naik 2,3 persen menjadi 9.516,56.
Para analis juga mengingatkan kenaikan harga saham hanya akan berlaku sementara kalau pemerintah tidak mengambil langkah lanjutan lain untuk melawan kemerosotan ekonomi. ”Intervensi hanya menutupi luka saja. Itu bukan penyelesaian yang fundamental,” ujar Okasan Securities Hideyuki Ishigoro.(AP/AFP/REUTERS/joe). (Di kutip dari kompas.com)

3.   Ekspansi
contoh kasus yang pernah terjadi:
a.    Pabrik indomi, Indonesia
di dalam negeri (Indonesia), pabrik indomie telah memproduksi indomie untuk kebutuhan nasional, karena pasar Asean masih terbuka, maka pabrik indomie tersebut melakukan ekspansi usahanya ke negara-negara Asean dengan membuka pabrik indomie baru guna memenuhi kebutuhan dari negara yang bersangkutan.
b.    Februari 2010 lalu, BNI Syariah Ekspansi Jaringan di Batam
BNI Syariah melakukan ekspansi jaringan dengan membuka kantor cabang baru di Batam Jumat (12/2/2010). Perluasan cabang BNI Syariah ini dilakukan karena meningkatnya minat masyarakat untuk berbank syariah. Sumber : JAKARTA, KOMPAS.com

BAB III
KESIMIMPULAN
Berdasarkan Konstruksi Argumen, dapat di simpulkan:
a.    Resesi adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun. Contoh kasusnya : resesi global tahun 2008 dan Jepang Masuki Masa Resesi tahun 2008
b.    Stagnasi ekonomi adalah suatu keadaan di mana tingkat pertumbuhan ekonomi berjalan lambat (biasanya diukur berdasarkan pertumbuhan GDP) pada suatu periode tertentu. Contoh kasusnya : Jepang mengalami stagnasi ahun 1980 akibat kenaikan kurs yen
c.    Ekspansi adalah tindakan aktif untuk memperluas dan memperbesar cakupan usaha yang telah ada. Contoh kasusnya : Pabrik indomi, Indonesia dan BNI Syariah Ekspansi Jaringan di Batam.

DAFTAR PUSTAKA
haryanimega.blogspot.com/2011/06/resesi.html

http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20070929232616AAXL1dU

0 komentar: